A. Konstruksi
Morfologis
Konstruksi
morfologis ialah konstruksi formatif-formatif dalam kata (Kridalaksana,
1983:92), maksudnya bentukan atau satuan kata yang mungkin merupakan morfem
tunggal atau gabungan morfem yang satu dengan yang lain. Bentuk atau satuan
yang berupa morfem tunggal disebut konstruksi sederhana, sedangkan
bentuk atau satuan yang terdiri atas beberapa morfem disebutkonstruksi rumit (Samsuri,
1982:195).
Selanjutnya,
Samsuri (1982:195) mengklasifikasikan konstruksi sederhana menjadi dua macam
yaitu akar (istilah Ramlan bentuk atau satuan tunggal bebas
yang sekaligus merupakan kata); satuan berwujud kecil yang secara morfologis
berdiri sendiri, namun secara fonologis bisa mendahului atau mengikuti
morfem-morfem lain dengan eratnya yang lazim disebut klitik. Akan
sering pula disebutkata morfem. Sedangkan klitik sendiri dapat kita
bedakan menjadi proklitik danenklitik.
Konstruksi
rumit merupakan hasil proses penggabungan dua morfem atau lebih. Konstruksi
rumit bisa bisa berupa gabungan antara pokok + afiks, sepertiber- + juang pada berjuang;
antara akar (ada pula yang menyebutnya dasar atau morfem bebas) + afiks,
seperti makan + -an pada makanan;
antara pokok kata + akar, seperti semangat + juang pada semangat
juang; pokok kata + pokok kata, seperti gelak + tawa pada gelak
tawa; dan antara akar + akar, seperti meja +makan pada meja
makan.
1. Derivasi
dan Infleksi
Derivasi adalah
suatu proses perubahan kelas kata denganpemindahan kelas kata. Perubahan kata
kerja mendengar menjadi mendengarkan atau melihat menjadi perlihatkan adalah
derivasi tanpa mengubah kelas kata.
Kata-kata
itu masih berada dalam kelas kata kerja, tetapi identitsa leksikalnya atau
maknanya sudah berubah. Disamping itu ada juga derivasi yang
mengubah kelas pendengar menjadi pendengaran, melihat menjadi penglihatan dan
sebagainya.
Derivasi dapat
dilihat dari berbagai jenis yaitu antara lain sebagai berikut.
a) Derivasi Internal
Derivasi
internal adalah proses mengubah verba tanpa mengubah kelas
katanya, namun identitas leksikalnya berubah. Bentuk yang baru ini dapat
mengalami infleksi seperti bentuk asalnya, misalnya:
membuat " membuatkan
melihat " memperlihatkan
melompat " melompatlan, melompati
menyerah " menyerahkan, menyerah
b) Derivasi
Adverbal
Derivasi
adverbal adalah proses perubahan kelas kata kerja menjadi
kelas-kelas kata lain yaitu kata benda, kata sifat, atau kata tugas sebagai
berikut:
1. Nomina
Deverbal
Pemindahan
kelas kata kerja ke kata benda dapat dilakukan dengan mempergunakan
morfem-morfem terikat. Proses ini sangat produktif dalam bahasa Indonesia.
Contohnya:
Menyanyi " penyanyi, nyanyian
Mendengar " pendengar, pendengaran, kedengaran
Berjalan " pejalan, perjalanan, jalanan
menjual " penjual, jualan, penjualan
membaca " pembaca, pembacaan, bacaan
2. Adjektif
deverbal
Dalam
beberapa kasus dan beberapa kata kerja yang sebenarnya merupakanderivasi dari
kata sifat yang dapat ditransposisiskan lagi ke dalam kata sifat. Dalam status
kata sifat tersebut dapat diperluas dengan unsur-unsur yang biasa dikenakan
pada kata sifat.
Contohnya:
Ia
menyenangkan kami dengan sebuah atraksi.
Setiap
proses morfologis, sebuah afiks akan termasuk infleksi kalau
di dalam suatu paradigma dapat diramalkan untuk menggantikan afiks infleksi lainnya.
Dengan demikian, juga terdapat keteraturan makna gramatikal di dalam paradigma infleksi.
Ciri ciri yang demikian tidak terdapat pada paradigma yang derivasi. Contohnya,
paradigma dari dasar “AMBIL”
A
|
B
|
C
|
||
I
|
AMBILI
|
AMBIL
|
AMBILKAN
|
1
2
3
4
5
6
|
mengambili
diambili
kuambili
kauambil
diambili
terambili (?)
|
Mengambil
diambil
kuambil
kauambil
diaambil
terambil
|
mengambilkan
diambilkan
kuambilkan
kauambilkan
diaambilkan
-
|
||
II
|
Pengambil
pengambilan
ambilan
|
7
8
9
|
Paradigma
(morfologis) I termasuk paradigma verba yang dibentuk dari dasarambil,
sedangkan paradigma II adalah paradigma deverbal.
Paradigma
verba terbagi atas tiga kolom, yaitu: kolom AMBIL, kolom AMBILI, dan kolom
AMBILKAN. Masing-masing kolom merupakan paradigma infleksidan masing
masing mempunyai bentuk kata baris 1-6 (kecuali kolom AMBILKAN 6 dan kolom
–AMBILI (6 yang dipertanyakan). Untuk memudahkan pembicaraan paradigma verba
kolom AMBIL disebut B, kolom AMBILI disebut A, dan kolom AMBILKAN disebut C.
Pada
masing-masing kolom (A,B, dan C) dapat dikatakan bahwa bentuk dengan me(N)-
(sebagai bentuk pertama, baris pertama) dapat digantikan dengan di, ku,
kau, dia. Oleh karena itu, masing-masing kolom merupakan paradigma
infleksional. Kolom (B) dari leksem AMBIL, kolom (A) dari leksem
AMBILI, kolom (C) dari leksem AMBILKAN. Pembentukan kata dari masing-masing
bentuk pada setiap kolom dapat diramalkan berdasarkan kaidah gramatis tertentu.
Bentuk baris 1 terdapat apabila kalimat berfokus agentif yang ditandai oleh
prefiks me(N)-, sedangkan baris 2-6 berfokus pasientif. Perbedaan
antara baris 2-6 menyatakan ‘keaksidentalan’ (ketidaksengajaan); baris 2-5
menyatakan ‘kesengajaan’. Baris 6 berbeda dengan baris 3 5 karena menyatakan
agen (pelaku) tampak dalam bentuk’, sedangkan baris 2 menyatakan agen (pelaku)
‘tidak tampak dalam bentuk’; baris 3 agen adalah pronomina orang pertama (O1),
baris 4 adalah pronima orang kedua (O2), dan baris 5 adalah pronomina orang
ketiga (O3).
Selanjutnya
perlu dibedakan antara leksem AMBIL, AMBILI, dan AMBILKAN. Leksem AMBILI
bermakna ‘pluralitas perbuatan’, AMBILKAN (dalam oposisinya dengan AMBIL)
mengandung ciri ‘kebenefaktifan’. Leksem –AMBIL termasuk leksem tunggal,
sedangkan leksem –AMBILI dan – AMBILKAN termasuk leksem kompleks. Dengan
demikian, kata mengambil, mengambili, dan
mengambilkan secara leksikal adalah tiga kata yang berbeda identitas
leksikalnya (pembentukan kata secara derivasi) walaupun termasuk
dalam verba karena memiliki ciri semantik yang berbeda.
Kata pengambil,
pengambilan, dan ambilan pada paradigma (II) dapat
dikategorikan sebagai nomina deverbal yang mengalami pembentukan kata secara
derivasional. Maksudnya, berdasarkan pertimbangan semantik leksikal, ketiga
kata itu diderivasikan dari verba mengambil (pengambil’orang
yang mengambil’, pengambilan ‘hal mengambil’, ambilan ‘hasil
mengambil’).Berdasarkan perbedaan referennya, ketiga kata itu berbeda
secara leksikal sekalipun sama-sama termasuk nomina, karena memiliki ciri
semantik yang berbeda.
Bila
ditinjau dari kelas katanya verba ambil termasuk verba
transitif yang mengandung makna perbuatan dan proses (verba
aksi-proses), misalnya Adik mengam-bil buah apel. Adik berfungsi
sebagai Subjek (S) dan berperan sebagai Agen (Ag), sedangkan buah apel
berfungsi sebagai Objek (O) dan berperan Pasientif (Ps).
Prosede
dengan me(N)- termasuk produktif karena sebagian pembentukan kata dengan dasar
verba transitif (DV tr) yang lain (satu kelas) dapat dibentuk denganme(N)-D yang
transitif.Untuk itu, V tr ambil dapat dibentuk lebih lanjut
dengan sufiks –i menjadi mengambili dan
sufiks –kan menjadi mengambilkan.
Apabila
ditinjau adanya proporsionalitas antar ketiga verba tersebut, terdapat
proporsionalitas yang kontinyu, yaitu antara verba bentuk me(N)-D dengan
bentuk me(N)-D-i dan verba bentuk me(N)-D-kan. Oleh
karena itu, terdapat oposisi secara langsung antara Verba bentuk me(N)-D X me(N)-D-i dan
antara Verba bentuk me(N)-D X me(N)-Dkan, yaitu antara mengambil
X mengambilidan mengambil X mengambilkan. Akan tetapi,
pembentukannya tidak serta merta dibentuk dengan konfiks me(N)-i dan me(N)-kan,
tetapi melalui tahapan prefiks me(N)- dahulu baru kemudian
dilekati sufiks –i atau - kan (karena
terjadi secara bertahap maka tidak disebut sebagai konfiks).
Untuk
lebih jelasnya dapat dicontohkan kalimat Ita mengambili uang
receh danIta mengambilkan uang receh (untuk) adiknya atau Ita
mengambilkan adiknya uang receh. Kata mengambili termasuk
verba aksi-proses yang mengandung makna ‘frekuentatif (berkali-kali)’ yang
ditandai oleh sufiks –i. Oleh karena itu,Ita berfungsi
sebagai S dan berperan sebagai Ag dan uang receh berfungsi
sebagai O dan berperan Ps. Kalimat tersebut juga bisa dipasifkan dengan Uang
receh diambili Ita. Verba bentuk mengambilkan termasuk
verba aksi–proses yang mengandung makna benefaktif, sehingga kata adiknya pada Ita
mengambilkan adiknya uang receh berfungsi sebagai O dan
berperan sebagai penerima (benefaktif).
Verba
bentuk me(N)-D-I tidak bisa dioposisikan secara langsung
dengan verba bentuk me(N)-D-kan. Oposisinya hanya bisa dijelaskan
melalui verba ventukme(N)-D. Sehingga dapat ditemukan oposisi me(N)-D-i X me(N)-D X me(N)-D-kan, yaitu mengambili X
mengambil X mengambilkan.
Untuk
mendeskripsikan verba kelas II (intransitif) dapat dijelaskan dengan
pembentukan kata dari leksem DUDUK berikut ini.
A
|
B
|
C
|
||
I
|
DUDUKI
|
DUDUK
|
DUDUKKAN
|
1
2
3
4
5
6
|
Menduduki
diduduki
kududuki
kaududuki
diaduduki
terduduki?
|
-
-
-
-
-
Terduduk
|
mendudukkan
didudukkan
kududukkan
kaududukkan
diadudukkan
terdudukkan?
|
||
II
|
Pendudukan
Penduduk
|
7
8
|
Paradigma
pembentukan kata pada I termasuk verba yang dibentuk dari leksem –DUDUK,
sedangkan paradigma II merupakan pembentukan kata secara derivasional dari
dasar verba yang menghasilkan bentuk nomina deverba. Paradigma verba terbagi
atas tiga kolom, yaitu: kolom DUDUK, kolom DUDUKI, dan kolom DUDUKAN. Kolom B
tidak ada pembentukan kata dengan leksem DUDUK karena termasuk verba
intransitif. Sedangkan kolom A dan kolom C merupakan paradigma infleksional dan
masing masing mempunyai bentuk kata baris 1-6 (kecuali kolom DUDUKKAN 6 dan
kolom –DUDUKI ( 6 yang masih dipertanyakan). Untuk memudahkan pembicaraan
paradigma verba kolom DUDUK disebut B, kolom DUDUKI disebut A, dan kolom
DUDUKKAN disebut C.
Pada
kolom A dan C dapat dikatakan bahwa bentuk dengan me(N) (sebagai
bentuk pertama, baris pertama) dapat digantikan dengan di , ku , kau ,
dia . Oleh karena itu, kedua kolom tersebut merupakan paradigma
infleksional. Kolom A dari leksem DUDUKI, dan kolom C dari leksem DUDUKKAN.
Pembentukan kata dari masing-masing bentuk pada setiap kolom dapat diramalkan
berdasarkan kaidah gramatis tertentu. Bentuk baris 1 terdapat apabila kalimat
berfokusagentif yang ditandai oleh prefiks me(N)- ,
sedangkan baris 2-6 berfokuspasientif. Perbedaan antara baris 2-6
menyatakan ‘keaksidentalan’ (hal tidak disengaja); baris 2-5 menyatakan
‘kesengajaan’. Baris 6 berbeda dengan baris 3-5 karena menyatakan agen (pelaku)
‘tampak dalam bentuk’, sedangkan baris 2 menyatakan agen (pelaku) ‘tidak tampak
dalam bentuk’; baris 3 agen adalah pronomina orang pertama (O1), baris 4 adalah
pronima orang kedua (O2), dan baris 5 adalah pronomina orang ketiga (O3).
Tahap
selanjutnya perlu dibedakan antara leksem DUDUK, DUDUKI, dan DUDUKKAN. Leksem
DUDUKI bermakna ‘pluralitas perbuatan’, DUDUKKAN (dalam oposisinya dengan
DUDUK) mengandung ciri ‘kebenefaktifan’. Leksem –DUDUK termasuk leksem tunggal,
sedangkan leksem –DUDUKI dan –DUDUKKAN termasuk leksem kompleks. Dengan
demikian, kata mendudukidan mengdudukkan secara
leksikal adalah kata yang berbeda identitas leksikalnya (pembentukan kata
secara derivasional) walaupun termasuk dalam kelas verba karena memiliki ciri
semantis yang berbeda.
Kata penduduk dan pendudukan pada
paradigma (II) dapat dikategorikan sebagai pembentukan secara derivasional yang
beridentitas nomina deverbal. Maksudnya, berdasarkan pertimbangan semantik
leksikal, kedua kata itu diderivasikan dari verba menduduki (penduduk
‘orang yang meduduki satu wilayah tertentu)’, pendudukan ‘hal
menduduki/menjajah wilayah tertentu’.Berdasarkan perbedaan referennya,
ketiga kata itu berbeda secara leksikal sekalipun sama-sama termasuk nomina.
Kalau
dikaitkan dengan terdapat tidaknya proporsionalitas yang kontinyu (saling
keterkaitan antara kata-kata yang termasuk kategori yang berbeda, tetapi dari
dasar yang sama) di dalam pembentukan kata itu tidak menunjukkan keterkaitan
antara ketiganya. Hal itu dapat diperikan seperti berikut.
Verba duduk termasuk
verba intransitif. Secara leksikal akan dikelompokkan ke dalam kata tunggal
yang menghendaki adanya komplemen, misalnya duduk di kursi. Oleh
sebab itu, verba duduk tidak dapat dibentuk dengan
prosede me(N)-Dmenjadi –menduduk termasuk
infleksinya diduduk, kududuk, kaududuk, diaduduk (terduduk untuk
bentukan kata jatuh terduduk ‘jatuh dalam posisi duduk’).
Dari
dasar intransitif verba duduk (yang secara leksikal dapat
diikuti preposisidi-) jika ingin dibentuk menjadi verba transitif harus
ditambah dengan sufiks –kanatau sufiks –i, sehingga
diperoleh kata menduduki (bermakna ‘lokatif’ misalnyaJepang
menduduki Indonesia selama tiga setengah tahun) dan mendudukkan(bermakna
kausatif, misalnya Farida mendudukan anaknya di kursi roda).
Selain itu, apabila ditinjau dari klasifikasi verba menurut Chafe (1971),
verba mendudukidan mendudukkan termasuk verba aksi
– proses. Verba menduduki danmendudukkan dibentuk
secara langsung dari verba duduk, tanpa melalui proses dari
bentuk me(N)-D. Untuk itu, bisa dinyatakan bahwa tidak ada
proporsionalitas antara verba bentuk me-(N)-D dan verba
bentuk me(N)- D-I dan me(N)-D-kan.Sebagai
konsekuensinya, bentuk me-i dan me-kan dapat
dikelompokkan atau diistilahkan konfiks.
Derivasi
ialah konstruksi yang berbeda distribusinya dari pada dasarnya, sedangkan
infleksi ialah konstruksi yang menduduki distribusi yang sama dengan bentuk
dasarnya (Samsuri, 1982:198; Prawirasumantri, 1986:18). Kita ambil contoh
kata menggunting, makanan, dan mendengarkan. Perbedaannya
akan terlihat pada kalimat-kalimat berikut.
a. 1) Anak itu menggunting kain.
2) Anak itu gunting rambut.
*)
b. 1). Makanan itu
sudah basi.
2). Makan itu sudah basi. *)
c 1). Kami mendengar suara
itu.
2).
Kami dengar suara itu.
d 1). Saya membaca buku
itu.
2).
Saya baca buku itu.
Berdasarkan
empat contoh di atas, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa
konstruksi menggunting dan makanan tidak sama
distribusinya dengan gunting danmakan. Itu sebabnya
kalimat 1b dan 2b tidak ada dalam bahasa Indonesia. Di lain pihak,
konstruksi mendengar dan membaca sama dengan
konstruksi dengar danbaca. Oleh karena itu, kita dapat
mempergunakan kalimat 3a atau 3b dan 4a dan 4b. konstruksi menggunting dan makanan merupakan
contoh derivasi, sedangkan konstruksi mendengar dan membaca contoh
infleksi.
Infleksi
Dalam
bahasa-bahasa infleksi seperti bahasa Latin, Yunani, Sanksekerta,
bahkan bahasa Semit seperti bahasa Arab, terdapat bentuk-bentuk kata kerja yang
disebut aktif-pasif. Dalam bahasa Latin, misalnya seperti contoh sebagai
berikut:
Kata
|
Aktif
|
Pasif
|
deleo –
deleor
deles –
deleris
delet –
deletur
delemus –
delemur
delent –
delentur
|
Saya
membinasahkan
Engkau
membinasahkan
Dia
membinasahkan
Kami
membinasahkan
Mereka
membinasahkan
|
Saya
dibinasahkan
Engkau
dibinasahkan
Dia
dibinasahkan
Kami
dibinasahkan
Mereka
dibinasahkan
|
Dalam
bahasa Arab pasangan berikut adalah bentuk aktif dan pasif, contohnya sebagai
berikut:
Kata
|
Aktif
|
Pasif
|
qatala -
qutila
qatalta –
qutilta
qataltu –
qutiltu
qatalu –
qutilu
qatalna –
qutilna
|
Dia membunuh
Engkau
membunuh
Saya membunuh
Mereka
membunuh
Kami membunuh
|
Dia dibunuh
Engkau
dibunuh
Saya dibunuh
Mereka dibunuh
Kami dibunuh
|
Di
lihat dari dua bentuk perubahan kata kerja di atas, baik dalam bahasa Latin
maupun dalam bahasa Arab dapat ditegaskan bahwa sebuah bentuk kata kerja
disebut sebagai bentuk aktif bila pesona jadi, yang terkandung dalam kata kerja
itu menjadi pelaku yang melakukan perbuatan itu. Sebaliknya, sebuah bentuk kata
kerja disebut bentuk pasif bila pesona yang terkandung dalam bentuk kata kerja
itu menjadi patiens yaitu yang menderita hasil tindakan itu. Jadi, pengertian
aktif dan pasif dalam bahasa fleksi harus dilihat dari kesatuan bentuk kata
kerja dengan pesonanya.
b) Aktif
dan Pasif dalam bahasa Indonesia
Aktif
|
Pasif
|
Engkau
menangkap
Saya
menangkap burung
Engkau
menangkap burung
Dia menangkap
burung
Amat
menangkap burung
Kami
menangkap burung
|
1. Burung
kutangkap
Burung
ditangkapnya
Burung
ditangkap Banu
Burung kami
tangkap
2. Burung itu
saya tangkap
Burung itu
engkau tangkap
Burung itu
dia tangkap
Burung itu
Banu tangkap
Burung itu
kami tangkap
3. Burung itu
ditangkap oleh saya
Burung itu
ditangkap oleh engkau
Burung itu
ditangkap oleh dia
Burung itu
ditangkap oleh Banu
Burung itu
ditangkap oleh kami
|
Dengan
tidak mempersoalkan bentuk mana dari ketiga kemungkinan bentuk pasif diatas
merupakan bentuk baku. Bila contoh-contoh diatas dibandingkan dengan bentuk
pasif dalam bahasa Arab, maka terdapat perbedaan yang besar.
2. Endosentris
dan Eksosentris
Endosentris
ialah konstruksi morfologis yang salah satu atau semua unsurnya mempunyai
distribusi yang sama dengan konstruksi tersebut, sedangkan konstruksi
eksosentris ialah unsur-unsurnya tidak sama dengan konstruksi tersebut
(Samsuri, 181:200; Prawirasumantri, 1986:19). Endosentris dan eksosentris dalam
tatanan morfologi terdapat pada kata majemuk sedangkan dalam
tatanan sintaksis terdapat pada frase. Agar pengertian endosentris dan
eksosentris lebih terpahami perhatikan contoh berikut !
a. 1). Rumah
sakit itu baru dibangun.
2). Rumah itu baru
dibangun.
b. 1).
Mereka mengadakan jual beli.
2). Mereka mengadakan jual. *)
c). Mereka mengadakan beli. *)
Dengan
mengadakan perbandingan kalimat 1a dan 1b, kita dapat menyimpulkan bahwa
konstruksi rumah sakit mempunyai distribusi yang sama dengan
dengan salah satu unsurnya, yaitu rumah. Pada kalimat 2a ada
konstruksijual beli. Kedua unsurnya yakni jual dan beli tidak
memilki distribusi yang sama. Hal itu terbukti bahwa kalimat 2b dan 2c bukan
merupakan kalimat bahasa Indonesia. Kita tidak akan menemukan dua kalimat
seperti itu. Konstruksi rumah sakit merupakan contoh endosentris,
sedangkan konstruksi jual beli merupakan contoh eksosentris.